Sebuah Intro

Firstly, I am so glad to give a warm regard to my inspiring teacher, Emong Soewandi, who introduces me an interesting page to start writing again. 

...

Satu hal sederhana yang sangat ingin aku lakukan muncul di pikiranku baru-baru ini; kembali menulis. Tentu saja bukan essay atau report yang jadi cemilanku sebagai mahasiswi master program. Tapi jauh lebih murni, semacam remeh temeh, haha hihi, dan basa-basi duniawi yang kadang membangunkan halusinasi. Bertahun-tahun aku tergiur mengabadikannya melalui foto atau video, memposting sebagian di social media pujaan millennials, dengan caption dan hashtag yang popular –agar sering muncul di Explore katanya. Sampai aku lupa bahwa kata-kata tidak akan pernah salah mengawetkan peristiwa. Jelas, begitu banyak cerita yang kusimpan rapat, beribu journey hanya dinikmati diri dan segelintir orang yang terlibat di dalamnya. Aku kangen. Ya, kangen sepertinya tepat menggambarkan perasaan yang cukup dalam. Benar-benar ingin kembali bersahabat dengan diari, bukan sticky notes yang penuh dengan assignment deadline.

Dulu, aku begitu candu menulis, bahkan di secarik kertas bekas coretan matematika atau di lembaran tisu. Aku ingat ketika tak ada media lampiaskan candu ku itu, mengetiknya di handphone adalah solusi terbijak. Terlebih sebelum tidur, saat emosi seharian butuh dituangkan dan tubuh terlalu malas untuk banyak bergerak. Perasaan itu sangat mengganggu, rasanya tak cukup leluasa aku hidup tanpa kertas dan pena. Saat inilah, aku merasakannya kembali. Bermonolog melalui kata-kata tentang apa yang ingin kukenang. Agar kelak, hari tua ku akan lebih banyak tersenyum memandang tulisan yang berhasil kulahirkan. Itu hanya harapan awalnya, namun sekarang tumbuh jadi cita-cita yang kudoakan. Semoga saja.

Di laman ini, akan kutulis sebagian besar memori perjalanan seorang perempuan seperempat abad yang tampak judes namun suka sekali tertawa -meski hidupnya bukan lelucon. Dia adalah partner terbaikku sejauh ini dan tidak terganti kapanpun; AKU. Diriku sendiri. Aku akan bercerita hal-hal apa saja. Silahkan menerka-nerka apakah semua part adalah based on true story atau sebagiannya mengandung kaldu atau mecin yang kutaburi sedikit melengkapi candu yang baru bersemi lagi. Yang tahu semuanya cuma Tuhan, dan tentu saja, aku, sebagai penikmat moment yang Dia cipta.

Bukankah tidak banyak waktu untuk menulis keremehtemehan? Remember, you’re doing dissertation which is the most important one!

Indeed, education is priority, but it is not always what I do every second. Aku pernah cukup stressful di sini, di tanah yang kita (pelajar Indonesia di UK) sebut sebagai negeri dongeng. Shocking. Aku sempat mengalami jetlag selama dua minggu awal, namun tiga musim (autumn, winter, spring) berlalu dengan banyak haru biru. Hingga sekarang tibalah summer, dimana matahari tak bosan bertamu. Nantilah, akan aku ceritakan indahnya hidup di negeri dongeng ini, seperti tak terbangun dari mimpi yang tak kunjung habis.

Kemudian, kembali ke jawabannya.. So to speak, my life is not supposed to stay in a binding thing. My dear self needs ornaments in every item I see and every word I read. Hakekatnya aku manusia muda. I eat, sleep, do some fun things, and hate boredom.

Jadi, aku kembali pada upaya mengabadikan momen-momen yang telah lama berserakan. Maka sebagai disclaimer, di laman ini tidak akan ditemukan foto atau video dengan caption dan hashtag bertujuan menambah Insight dari millennials. Namun hanya tulisan sederhana dengan gambar relevant sebagai archive di masa tua. 


*Tentu, nama orang dalam setiap part akan disamarkan.



Cheers.

 

 

 


Komentar

  1. Waiting for the next stories ahead oningggg 🌼🌞

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi Pei!! Thanks, hopefully those might interest you!

      Hapus
  2. 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐤𝐢𝐬𝐚𝐡𝟐 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐨𝐨𝐢...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siaaap dong! sudah published, Pak. Baru saja :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

A New Home in Stirling

Book Review | Resensi Buku - Living in Tune by Liz Roberta (in English)